Revitalisasi Pasar Tradisional: Antara Estetika dan Harga Kebutuhan Pokok

Program Revitalisasi Pasar Tradisional terus digalakkan pemerintah dengan tujuan utama mengubah wajah pasar yang kumuh menjadi bersih, modern, dan nyaman, tanpa menghilangkan ciri khasnya. Peningkatan estetika ini diharapkan mampu menarik kembali minat masyarakat, khususnya generasi muda, yang selama ini beralih ke pasar modern atau supermarket. Namun, di balik megahnya bangunan baru dan penataan lapak yang rapi, muncul kekhawatiran serius: akankah perubahan fisik ini berdampak pada kenaikan harga sewa lapak yang berujung pada melambungnya harga kebutuhan pokok, sehingga mengancam stabilitas ekonomi dan Kemandirian Finansial konsumen dan pedagang kecil? Ini adalah dilema yang harus dipecahkan.

Proyek Revitalisasi Pasar Tradisional ‘Sembada’ yang baru saja selesai pada akhir Oktober 2024 menjadi studi kasus menarik. Pasar tersebut kini dilengkapi dengan food court modern, cold storage yang memadai, dan sistem drainase yang jauh lebih baik. Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dr. Eng. Ratna Dwiyanti, M.T., investasi senilai Rp 80 miliar ini difokuskan untuk menciptakan pasar yang higienis dan bersaing dengan ritel modern. “Kami menjamin bahwa Revitalisasi Pasar Tradisional ini akan meningkatkan omzet pedagang karena jumlah pengunjung diprediksi naik hingga 50%. Estetika dan kebersihan adalah kunci, bukan kenaikan harga,” tegas Dr. Ratna dalam acara serah terima aset pasar pada Kamis, 7 November 2024.

Namun, jaminan tersebut mulai dipertanyakan oleh Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional (APPT). Ketua APPT, Bapak Herman Santoso, S.H., mengungkapkan keresahan anggotanya mengenai besaran retribusi baru yang ditetapkan pasca-revitalisasi. “Retribusi harian lapak kami naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 15.000 per hari, terhitung sejak 1 November 2024. Peningkatan ini sangat signifikan dan mau tidak mau akan kami bebankan pada harga jual komoditas,” jelas Bapak Herman. Ia menambahkan bahwa harga cabai merah, misalnya, yang biasanya dijual pedagang Rp 40.000 per kilogram, berpotensi naik menjadi Rp 42.000 per kilogram untuk menutupi biaya operasional yang membengkak. Kenaikan harga ini tentunya akan sangat membebani masyarakat berpenghasilan rendah.

Menanggapi keluhan ini, Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang melibatkan kepolisian dan Dinas Ketahanan Pangan (DKP) telah turun tangan. Kepala DKP, Bapak Ir. Ali Wardhana, M.M., menyatakan pada hari Jumat, 8 November 2024, pukul 13.00 WIB, bahwa timnya akan melakukan pengawasan harga secara intensif di Pasar Sembada selama bulan November. Pihaknya berjanji akan menindak tegas spekulan yang memanfaatkan momentum Revitalisasi Pasar Tradisional untuk mengambil keuntungan berlebihan. Upaya menstabilkan harga dan memastikan keterjangkauan kebutuhan pokok sangat penting. Keberhasilan program Revitalisasi Pasar Tradisional sesungguhnya diukur bukan dari megahnya bangunan, melainkan dari sejauh mana program tersebut mampu mendukung keberlangsungan usaha pedagang kecil sambil menjamin Kemandirian Finansial dan daya beli masyarakat.

journal.pafibungokab.org

learn.pafipemkotkerinci.org

news.pafipemkotpalopo.org

toto togel

bento4d